Pentingnya Audit PR dalam Mengukur Kinerja Seorang Public Relations

Hiii, teman-teman pelajar komunikasi (khusunya Public Relations), Kali ini saya Agrysa Febilia Suci mahasiswi Ilmu Komunikasi semester 6 UNTIRTA ingin membahas tentang Audit Public Relations....
PR tidak hanya sekedar bertugas sebagai juru bicara (spoken person) tetapi harus sanggup membangun komunikasi yang efektif dengan seluruh publiknya baik publik internal dan terutama eksternal. Upaya membangun komunikasi efektif antara organisasi yang diwakili oleh seorang PR dengan publik potensialnya dilakukan dengan cara membangun relationship integration. Artinya PR mempunyai tugas mengelola seluruh kontak-kontak komunikasi yang terdapat dalam organisasinya untuk menciptakan dan melindungi reputasi organisasi.
Dikemukakan oleh Clarke L Caywood bahwa pengertian PR pada era milenium adalah sebagai berikut :
“Public Relations is the profitable integration of an organization’s new and continuing relationships with stakeholders by managing all communications contacts with the organization that create and protect the reputation of the organization.”
Sasaran relationship integration ini adalah untuk menciptakan integrasi sosial, integrasi struktur korporat, integrasi fungsi manajemen dan integrasi hubungan dengan seluruh stake holders dan share holders.
            Untuk dapat mencapai semua sasaran diatas PR sudah seharusnya bekerja berdasarkan input yang akurat dalam merencanakan program-program kerjanya,  karena dengan input yang akurat PR dapat mengetahui needs ( kebutuhan ) yang ada pada para publiknya. Input yang akurat ini dapat diperoleh PR dengan cara melakukan riset, dimana salah satu jenis riset dalam PR dikenal dengan sebutan Audit PR.
Audit adalah pemeriksaan dan pengujian laporan keuangan. Lalu mengapa, kalau ditujukan untuk masalah financial, kita sebagai orang PR juga butuh audit?
Menurut Webster’s New World Dictionary, audit itu meliputi 5 Aspek :
1.     Pengujian&Pemeriksaan atas rekenin Koran/laporan kengan untuk memastikan kebenarannya.
2.     Pemberesan atau penyesuaian rekening
3.     rekening yang diuji dan disesuaikan
4.     pernyataan akhir dari para auditor tentang suatu rekening
5.     setiap pengujian & evaluasi seksama atas sebuah persoalan
Nah, financial things berhubungan dari point 1 sampai point 4, sedangkan sebagai orang PR, mari kita lihat point ke 5.
Pengertian butir ke 5, mengandung makna semua aspek yang dianggap penting dalam suatu sistem kerja yang dapat di audit. ARTINYA, sistem komunikasi pun sebagai salah satu aspek dalam suatu sistem kerja, juga bisa di audit seperti halnya sistem pemasaran, sistem organisasi, dan lainnya.

Definisi Audit PR menurut H. Frazier Moore (1989) yaitu suatu studi yang tersusun secara longgar, berskala luas, yang menyelidiki hubungan masyarakat perusahaan, baik secara internal maupun eksternal. Longgar disini artinya, bahwa dalam penelitian tidak harus menggunakan satu metode penelitian saja,melainkan dapat menggabungkan beberapa prinsip metode penelitian. Meskipun Audit PR digolongkan sebagai penelitian evaluasi, tidak berarti dalam studi ini hanya menerapkan prinsip-prinsip atau prosedur penelitian evaluasi secara kaku, namun dapat juga menggunakan prinsip metode survei. Namun demikian, untuk menjaga objektivitas hasil penelitian, titik tolak atau acuan utamanya tetap adalah prinsip-prinsip penelitian evaluasi.
Audit PR secara morfologis berarti audit komunikasi yang berkaitan dengan Humas atau Hubungan Masyarakat. Secara konseptual audit PR adalah istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris Public Relatons Audit, yang pada dasarnya berarti sebuah tinjauan dan studi tentang kebutuhan-kebutuhan komunikasi kehumasan dan praktek komunikasi yang sekarang sedang berlangsung (Hardjana, 2000:161).     
Audit PR adalah studi komprehensif untuk mengetahui dan posisi dan kondisi Public Relations dalam organisasi, baik secara internal maupun eksternal, mencakup tentang pandangan publik terhadap Public Relations (Kriyantono, 2006:297). Audit Humas merupakan riset yang biasa digunakan untuk mendeskripsikan dan mengukur kegiatan Public Relations dan menyediakan pedoman untuk program Public Relations di masa depan.

Fungsi Public Relations Audit
Sebuah audit komunikasi kehumasan yang lengkap dapat menyingkap rumpang kredibilitas antara tingkat yang diinginkan dan tingkat yang tercapai dalam praktek ( Rumanti, 2002: 32) dan dapat digunakan untuk membangun:
a.Tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang;
b.Prioritas di antara tujuan-tujuan tersebut;
c.Tema-tema pokok dan tema-tema tambahan yang hendak ditekankan;
d.Khalayak-khalayak publik utama;
e.Tanggapan khalayak-khalayak publik ini terhadap program yang berlangsung;
g.Bentuk baru dalam pendekatan-pendekatan komunikasi yang diinginkan;
h.Tolak ukur-tolak ukur standar yang menjamin objektivitas evaluasi.

Kapan Audit Perlu Dilakukan ?
            Audit komunikasi kehumasan umumnya dilaksanakan bila pimpinan perusahaan mempunyai tujuan-tujuan khusus. Tujuan-tujuan kusus itu perlu diungkapkan secara agak jelas sebelum audit dilakukan. Misalnya, perusahaan hanya ingin memeriksa hal-hal apa saja yan menjadi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan perusahaan menghadapi persoalan khusus yang memicu kenutuhan akan audit komunikasi.
Alasan pokok yang paling penting kapan melakukan sebuah audit humas aalah bila berniat melakukan re-evaluasi atas pencapaian tujuan dari sebuah program atau berbagai kegiatan dalam program tersebut. Audit humas merupakan alat evaluasi terbaik untuk program-program jangka panjang. Dengan menunjukkan kekuatan-kekuatan atau kelemahan-kelemahan yang ada, audit humas menyingkap berbagai kebutuhan dan menggaris bawahi validitas buat peningkatan kegiatan. Maka manfaat paling penting dari audit komunikasi kehumasan untuk membangun atau memperjelas tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dibuat.
Persoalan Audi PR di Indonesia
Sayangnya, tidak banyak PRO  yang selain ahli dalam bidang PR sekaligus juga memiliki keahlian melakukan riset dan evaluasi di atas. Inilah salah satu kendala, mengapa tidak banyak perusahaan atau organisasi yang menggunakan riset sebagai dasar penyusunan perencanaan program kerja mereka. Kendala lainnya, seringkali manajemen merasa berat menyetujui proposal riset yang diajukan oleh PRO karena biaya yang sangat tinggi dan waktu penelitian yang dibutuhkan cukup panjang.

Di Indonesia sendiri institusi yang banyak menggunakan hasil riset sebagai landasan pembentukan renstranya dapat dihitung dengan jari. Kebanyakan meraka adalah perusahaan transnasional yang memang sudah sangat paham arti penting riset bagi organisasinya serta mengalokasikan anggaran penelitian secara proporsional. Ada juga beberapa BUMN seperti telkom yang memiliki pusat riset (RISTI).

Proses/tahapan "public relations audit"

  • Finding out what we think 

Sebuah wawancara dengan manajemen puncak dan beberapa hal bagi manajemen menengah untuk melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan. Publik relevan, dan masalah-masalah relevan untuk dieksploitasi.
  • Finding out what they think 

Penelitian dilakukan untuk menentukan kedekatan pandangan publik dengan pandangan perusahaan.

  • Evaluating the disparity 
Sebuah neraca kehumasan yang menggambarkan aset, kemampuan, dan kekuatan dirancang berdasarkan analisis perbedaan yang didapat dari langkah pertama dan kedua

  • Recommending sebuah program kehumasan yang lengkap dirancang untuk mengurangi perbedaan yang didapat dalam langkah pertama dan kedua. 

Praktisi PR di sebuah perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya berdasar pada proses empat langkah, seperti yang diungkapkan Cutlip, dkk (2006:320-321) sebagai berikut :
Gambar 1. Proses PR 4 Langkah


1.     Mendefinisikan Problem atau peluang (Defining the problem)
Tahap pertama meliputi memperhatikan dan mengawasi pengetahuan, opini, sikap, dan tingkah laku pihak-pihak yang berhubungan dan terpengaruh akan aksi dan kebijakan dari suatu organisasi. Ini merupakan fungsi intelegensi dari organisasi. Tahap ini merupakan fondasi dari langkah-langkah berikutnya dalam proses penyelesaian masalah dengan menentukan ”Apa yang terjadi sekarang?
Masalah atau peluang yang ada dijelaskan dan diilustrasikan secara detail melalui analisi situasi. Analisis situasi dilakukan pada faktor internal (berhubungan dengan kebijakan, prosedur dan tindakan organisasi yang berhubungan dengan situasi yang sedang dihadapi) dan juga faktor eksternal (pengumpulan informasi stakeholder, apa yang mereka tahu, bagaimana perasaan atau pandangan mereka, dan apa yang mereka lakukan sehubungan dengan situasi).
2.     Perencanaan dan Pemrograman (Planning and Programming)
Informasi yang dikumpulkan pada tahap pertama digunakan untuk menentukan program untuk publik, objective (sasaran), strategi aksi dan komunikasi, taktik dan tujuan. Tahap kedua ini meliputi menterjemahkan temuan-temuan dalam tahap pertama ke dalam kebijakan dan program organisasi. Tahap ini berupaya menjawab ”Berdasarkan dari apa yang kita ketahui mengenai situasi, apa yang harus kita rubah, lakukan dan katakan?”
Cutlip, dkk (2006:356) mengungkapkan perencanaan strategis melibatkan pembuatan keputusan tentang tujuan dan sasaran, mengidentifikasi publik, menentukan kebijakan dalam memilih dan menetukan strategi.
3.     Mengambil Tindakan dan Berkomunikasi (Taking Action and Communication)
        Tahap ketiga melibatkan pengimplementasian program aksi dan komunikasi yang telah dirancang untuk mencapai objective tertentu bagi bagi tiap publik dan untuk mencapai tujuan program. Pertanyaan yang harus dijawab dalam tahap ini adalah ”Siapa yang harus mengatakannya, kapan, di mana dan bagaimana?”
 Baskin, Aronof dan Latimmore (1997:168) menggambarkan proses utama tindakan digambarkan sebagai usaha untuk menyebarkan informasi diantara publik target. Pada tahap ini mengarah pada program komunikasi yang dibuat oleh praktisi PR dalam mencapai sasaran.
4.     Mengevaluasi Program (Evaluating the program)
                  Tahap akhir dalam proses ini meliputi penilaian terhadap persiapan, implementasi, dan hasil program. Penyesuaian atau perubahan dibuat ketika program diimplementasikan berdasar evaluasi atas apakah program berjalan lancar atau tidak. Program dilanjutkan atau diberhentikan setelah memepelajari ”Bagaimana hasil dari upaya yang kita lakukan?” Menurut Effendi (1993:131) tujuan dari evaluasi adalah untuk.mengetahui apakah kegiatan PR benar-benar dilaksanakan menurut rencana berdasarkan hasil penelitian atau tidak. Tanpa penelitian tidak akan diketahui sampai mana kelancaran kegiatan PR yang telah berlangsung. Riset evaluasi digunakan untuk mempelajari apa yang terjadi dan mengapa, bukan untuk membuktikan atau melakukan sesuatu.


                 Beberapa model evaluasi sudah dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana dan kapan waktu yang tepat untuk mengadakan riset dan mengevaluasi program maupun kegiatankegiatan komunikasi di dalam bidang Public Relations. Terdapat lima model yang sudah diidentifikasi dan dievaluasi oleh UK academica yaitu Paul Noble dan Tom Watson (dalam Macnamara, 2002:12), yaitu:
1.  Model PII atau The PII Model yang dikembangkan oleh Cutlip et al;

Gambar 2. PII Model Cutlip

                 The PII Model merupakan riset yang menggali pelaksanaan program PR dari tahap preparation (persiapan), implementation (pelaksanaan), dan impact (dampak). Lewat riset ini, pertanyaan-pertanyaan riset muncul secara spesifik sesuai dengan tahapan yang ditanyakan. Jawaban yang dihasilkan dari riset ini akan meningkatkan pengertian dan memperkaya informasi untuk menilai efektivitas.

     2. Model Makro Evaluasi PR atau The Macro Model of PR Evaluation yang kemudian berganti nama menjadi Model Piramdia Penelitian PR atau The Pyramid Model of PR Research


Gambar 3. The Pyramid Model of PR Research

 Model ini merupakan pengembangan dari PII Model dengan membagi tahapan pengukuran dari sisi inputs, ouputs, dan outcomes serta merekomendasikan evaluasi atas masing-masing tahapan tersebut.

3.  The PR Effectiveness Yardstick Model yang dikembangkan oleh Walter Lindenmann


     Lindenmann membagi metode risetnya ke dalam 3 tahap yakni output, intermediate, dan advanced. Masing-masing tahapan diarahkan untuk mengukur subyek yang telah ditentukan. Untuk  memahami  dampak  yang  terjadi  dari  adanya  implementasi taktik PR, saat ini ada kecenderungan dalam mengevaluasi program PR dilakukan   lebih   sistematis.
          Pada tahap dasar (level # 1) merupakan kumpulan dari pengukuran pada  distribusi  pesan  dan  penempatan  atau  pemilihan  media.  Tahap kedua  (level  #  2),  yang  mana  diperlukan  pengukuran  dengan  teknik yang  lebih  sophisticated,  meliputi  pengukuran  pengenalan  (audience awareness),      pemahaman      (comprehension),      dan      kemampuan pengulangan  (retention)  terhadap  pesan.  Pada  tahap  tertinggi  (Level  # 3),  adalah  pengukuran  pada  terjadinya  perubahan  sikap  (changes  in attitudes), opini (opinions), dan perilaku (behavior).

Gambar 4. The PR Effectiveness Yardstick Model
           Pada  dasarnya,  pengukuran  dan  evaluasi  terhadap  program  PR, lebih  ditekankan  pada  tahapan  tingkat  pengenalan  dan  pemahaman (cognition),   kesukaan, pemilihan,   dan   keyakinan   (affection),   dan tindakan atau perilaku (conation/behavioral) yang terjadi pada khalayak sasaran  yang  diasumsikan  sebagai  dampak  dari  program-program  PR yang telah dilaksankan.

4. Model Evaluasi Berkesinambungan atau The Continuing Model of Evaluation yang dikembangkan oleh Tom Watson
    Model ini menekankan bahwa riset dan evaluasi PR berjalan secara berkesinambungan dan menyoroti arti penting umpan balik yang dihasilkan dari program PR.

5. Model Evaluasi Terpadu atau The Unified Evaluation Model yang disusun oleh Paul Noble dan Tom Watson
             Model ini membagi tahapan riset menjadi 4 yakni: input, output, impact, dan effect.



        Studi Kasus.


Audit PR Kasus PT.Pertamina BBM dalam Mengembalikan Citra Positif

PT.Pertamina merupakan perusahaan pensuplai bahan bakar terbesar di Indonesia, akhir-akhir ini mendapatkan sebuah ujian besar dalam mempertahankan eksistensinya di hadapan seluruh masyarakat Indonesia.
Sejak tahun 2007 lalu Pemerintah mengajak serta PT.Pertamina untuk mengadakan program konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kg. Hal ini tentu mendapat banyak perhatian dari masyarakat Indonesia, karena hal ini merupakan kebutuhan yang pokok bagi manusia dalam mempertahankan hidupnya. Dampak dari kegiatan konversi ini melibatkan sebagian besar masyarakat Indonesia. Baik masyarakat dari kelas menengah ke atas maupun masyarakat kelas bawah, mau tidak mau harus merubah pola hidup mereka dari yang biasanya memasak dan melakukan kegiatan yang menggunakan bahan bakar minyak sekarang harus di ganti dengan menggunakan gas elpiji 3 kg. Dari kegiatan konversi ini, Pro kontra pun akhirnya timbul dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pada saat awal program konversi minyak tanah ke gas LPG diluncurkan tahun 2007, mendapat penolakan keras dari masyarakat dengan alasan tidak efektif dan efisien serta tidak aman karena bisa meledak. Akan tetapi setelah melalui sosialisasi secara berkesinambungan akhirnya masyarakat bisa menerima.
            PT.Pertamina yang berperan sebagai penyedia dan pengatur pemasaran gas elpiji 3 kg mendapatkan dampak dari kejadian buruk yang banyak terjadi di masyarakat. Masyarakat cenderung menyalahkan mereka atas kecelakaan akibat ledakan tabung gas elpiji 3 kg. Karena masyarakat tahu bahwa yang mengatur dan memasarkan gas elpiji adalah PT.Pertamina. Sehingga PT. Pertamina dianggap harus bertanggung jawab atas beberapa kecelakaan yang terjadi. Masyarakat cenderung merasa takut menggunakan lagi produk PT.Pertamina terutama gas elpiji ukuran 3 kg. Karena banyaknya kasus-kasus gas elpiji yang meledak di lingkungan masyarakat. Contohnya di wilayah Jateng & DIY ada sekitar 20 korban ledakan elpiji (Tempo, Selasa,13 Juli 2010).
Dari banyaknya korban ini tentu memberikan dampak yang cukup berat bagi Humas PT. Pertamina (Persero). Humas PT. Pertamina harus berusaha keras untuk dapat mempertahankan dan memulihkan lagi citra perusahaan yang mulai menurun di mata masyarakat. Karena citra perusahaan sangatlah penting bagi perusahaan agar konsumen bisa menjadi pelanggan yang loyal. Citra organisasi atau perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan,bukan hanya citra atas produk dan pelayanan. (Jefkins,Frank.1992:8).
Dalam pencapaian tujuan pelaksanaan konversi minyak ke gas PT. Pertamina harus berupaya maksimal untuk mengadakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat tentang pemakaian tabung gas elpiji yang benar. Namun karena ada sebagian dari masyarakat yang tidak mengerti dengan benar bagaimana pemakaian dan perawatan gas elpiji juga adanya oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga menimbulkan beberapa kasus terjadi akibat konversi gas elpiji 3 kg pada masyarakat Indonesia.
Hal ini membuat PT.Pertamina mengalami krisis pada perusahaan dan berdampak langung pada reputasi, citra serta kepercayaan masyarakat terhadap existensi perusahaan. Hal ini lah yang menjadikan humas PT.Pertamina berjuang lebih keras untuk mempertahankan sekaligus me-recovery kembali citra perusahaan melalui pemilihan cara penyelesaian masalah kasus ledakan elpiji ini.

Peristiwa akibat ledakan tersebut cukup membuat masyarakat trauma untuk menggunakan kembali, sebab dalam berbagai kasus bukan hanya kerugian materi akan tetapi juga korban jiwa. Hal ini menjadi tugas oleh seorang public relations dalam mengevaluasi sebuah program untuk menangani masalah tersebut  dalam mengembalikan citra perusahaan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Berikut ini penerapan fungsi yang dilakukan dan seharusnya dilakukan oleh public relations( Cutlip,et al, 2009 : 11)  PT. Pertamina.
1.     Komunikasi Internal
Terjalinnya hubungan yang baik dalam rumah tangga organisasi atau perusahaan merupakan kunci awal kesuksesan dalam mengahadapi masalah dari luar atau masalah eksternal. Hal ini dapat dicapai melalui tercapainya hubungan yang baik dan akrab dari atasan kepada bawahan, posisi yang sama, atau karyawan dengan karyawan.
Hubungan baik dalam internal organisasi atau perusahaan akan mempermudah dalam menyinergikan fungsi-fungsi dari barbagai jabatan dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Hal tersebut akan lebih baik jika disertai dengan komunikasi yang tertalin, baik secara langsung maupun diskusi melalui media pesan instan.
Dalam kasus ini, public relations officer PT. Pertamina, melakukan komunikasi yang baik dalam perusahaan, sehingga melakukan pemecahan masalah secara bersama-sama. Dalam praktiknya, ia berperan aktif memberikan masukan serta langkah-langkah yang tepat diaplikasikan untuk memecahkan masalah.
2.     Publisitas
Seorang public relations dapat memberikan informasi mengenai berbagai jenis kegiatan organisasi, baik itu yang akan dilakukan, sedang dilakukan, ataupun yang sudah dilakukan. Dalam hal ini merupakan penerapan fungsinya sebagai mediator dalam publikasi melalui media. Dengan adanya publikasi, publik eksternal ataupun stakeholder dapat mengetahui program-program maupun perkembangan organisasi yang memiliki kepentingan dengannya.
Publisitas merupakan hal yang wajib dilakukan oleh seorang public relations, karena apabila hal tersebut dimanajemen dengan baik akan mampu menjaga maupun menumbuhkan kepercayaan dari pihak lain. Selain itu, pihak lain akan menilai keaktifan organisasi melalui publisitas.
            Fungsi publisitas dapat diterapkan ketika terjadi krisis, sebagai public relations PT. Pertamina dalam menangani masalah tersebut. Diantaranya dengan sosialisasi pemasangan regulasi kompor serta pemakaian yang tepat sesuai prosedur. Hal ini dilakukan melalui media massa, serta press release yang didalamnya berisi ledakan gas tersebut bukan sepenuhnya kesalahan dari PT.Pertamina, karena ia tidak memberikan pengawasan sampai pada agen terkecil. Hal ini disebabkan kesesuaian dengan prosedur, dimana perusahaan hanya mengawasi sampai pada agen resmi. Sedangkan bisa jadi, penyebab kebocoran gas hingga pada ledakan disebabkan karena kecurangan penjual.
3.     Press Agentry
Agen press berusaha menarik perhatian publik lebih dari sekedar membangun pemahaman publik. Public relations PT. Pertamina mendasarkan pendekatannya pada teori penentuan agenda seting. Dalam hal ini ia mengambil langkah dengan dasar bahwa banyaknya liputan media massa akan menentukan persepsi publik terhadap arti penting dari topik. Dalam isinya berupa respon dari kasus yang terjadi, dimana perusahaan memberikan santunan kepada korban. Dengan adanya pemberitaan perusahaan yang responsif terhadap kasus ia akan memperbaiki citra dalam masyarakat.
4.     Public Affairs
Public affair adalah bagain khusus dari PR yang membangun dan mempertahankan hunbungan pemerintah dan komunitas lokal dalam rangka mempengaruhi kebijakan publik (Cutlip, 2008: 20). Dalam praktiknya, kegiatan PR ini menangani kebijakan publik dan publik yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Taktik dalam strategi ini diteparkan pada Government Relations (GR) untuk menghasilkan kebijakan publik yang sangat baik.
Dalam hal ini, dikarenakan PT. Pertamina adalah milik pemerintah, maka mereka lebih menyebutnya sebagai “informasi publik”, didalamnya mengandung informasi mengenai kebijakan perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan PT Pertamina mengadakan program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menjalin hubungan yang baik antara perusahaan, pemerintah, dan publik. Kegiantaan tersebut diantaranya, membantu Pemerintah Indonesia memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia melalui pelaksanaan program-program yang membantu pencapaian target pembangunan millenium atau Millenium Development Goals (MGDs). Secara internal adalah membangun hubungan yang harmonis dan kondusif, dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mendukung pencapaian tujuan korporasi terutama dalam membangun reputasi korporasi.
Komitmen perusahaan juga ditunjukkan dalam program CSR untuk turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan untuk meningkatkan akses komunitas terhadap pendidikan di Indonesia, meliputi pertamina scholarship (beasiswa), Pertamina Goes to Campus-PGTC atau Edukasi kalangan akademis (www.pertamina.com/social-responsibility/csr).  
5.     Manajemen Isu
Dalam melaksanakan fungsi ini, public relations hendaknya memperhatikan dua esensi. Pertama, identifikasi dini atas isu yang berpotensi mempengaruhi perusahaan. Kedua, respon yang termanajemen untuk mengurangi atau memperbesar konsekuensi dari isu tersebut. Kemudian dalam praktiknya mencakup langkah langkah yang tersusun yaitu mengidentifikasikan isu, analisis isu, menentukan prioritas, memilih strategi, mengimplementasikan, serta mengevaluasi.
Dalam hal ini, hal yang harus dilakukan oleh PR PT. Pertamina adalah dengan mengidentifikasi kasus yang terjadi di masyarakat terkait ledakan tersebut. Siapa saja korbannya, dimana saja peristiwa itu terjadi, kemudian mencari sebab-sebabnya. Langkah tersebut merupakan dasar bagaimana menentukan strategi yang akan dilakukan selanjutnya.
Setelah hal tersebut sukses dilaksanakan kemudian, memberikan bantuan kepada pihak-pihak korban, serta memberikan edukasi pemasangan yang baik dan benar. Tidak berhenti seperti itu saja, akan tetapi aktif memberikan informasi dan sosialisasi cara yang benar menggunakan LPG. Hal yang tidal boleh ditinggalkan adalah, mempublikasikan manajemen yang telah dilakukan baik itu dengan pers conference atau dengan press release. Hal ini disebabkan tidak semua pihak mengetahui tanpa adanya media, apa yang telah perusahaan lakukan, atau bagaimana perusahaan merespon isu.
6.     Hubungan Investor
Hubungan investor yang biasa disebut hubungan finansial adalah bagian dari PR perusahaan. Hubungan yang baik dengan investor atau shareholder harus dipertahankan untuk menjaga kepercayaan atau loyalitas kepada perusahaan. Maka dalam hal itu seorang PR diharapkan mampu berkomunikasi dengan baik dan mempertahankan citra positif perusahaan.
PR dalam PT.Pertamina dalam usahanya menangani krisis harus dilakukan sebaik mungkin agar kepercayaan shareholder tetap terjaga, karena jika tidak akan mempengaruhi keberlangsungan perusahaan. Oleh karena itu, setiap hal-hal yang dilakukan oleh perusahaan harus mampu termanajemen dan dibuktikan dengan laporan yang baik. 




Refrence:
  1. Caywood, Clarke L. 1997. The Handbook of Strategic Public Relations &Integrated Communicatins. New York: MCGraw Hill
  2. Cutlip, Scoot M,Allen Center, Glen M Broom. 2006. Effective Public Relations 9th ed. NJ: Prentice Hall
  3. Hardjana, Andre. (2000). Audit Komunikasi Teori dan Praktek. Jakarta: PT Grasindo.
  4. Ruslan, Rosady. 1994. praktik dan solusi publik relations dalam situasi krisis dan pemulihan citra. Jakarta: Ghalia Indonesia.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR MENGAUDIT KEGIATAN PUBLIC RELATIONS